Transisi dari Sekolah Dasar (SD) ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah lompatan besar bagi siswa, tetapi juga menghadirkan tantangan unik bagi para guru. Siswa tiba dengan harapan yang berbeda, tingkat kematangan emosional yang bervariasi, dan kebutuhan akan otonomi yang lebih besar. Peran guru SMP di kelas transisi ini bukan hanya sebagai penyampai materi, melainkan sebagai mentor yang membantu Mendidik Siswa melewati masa penyesuaian yang penuh gejolak ini. Mendidik Siswa di fase ini memerlukan strategi yang sensitif terhadap perkembangan remaja, menggabungkan struktur yang jelas dengan dukungan emosional yang kuat. Kegagalan dalam transisi dapat menyebabkan stres, penurunan motivasi belajar, dan bahkan drop-out dini.
Tantangan utama yang dihadapi guru adalah perbedaan besar dalam lingkungan belajar. Di SD, siswa terbiasa dengan satu guru kelas; di SMP, mereka harus berinteraksi dengan banyak guru mata pelajaran dan berpindah-pindah ruangan. Untuk meminimalkan kebingungan, SMP Tunas Harapan di Semarang menerapkan program orientasi khusus selama dua minggu pertama bulan Juli setiap tahun ajaran. Program ini, yang dikoordinasikan oleh Guru BK Ibu Rina Dewi, M.Pd., berfokus pada pelatihan keterampilan organisasi dan manajemen waktu, mengajarkan siswa cara menggunakan planner dan cara menyimpan buku secara efisien. Strategi ini sangat penting untuk Mendidik Siswa agar mandiri dalam mengelola jadwal baru mereka.
Strategi kedua adalah penyesuaian ekspektasi akademis. Guru harus menyadari bahwa siswa yang baru lulus SD masih memerlukan dukungan scaffolding, terutama dalam tugas-tugas yang memerlukan pemikiran abstrak. Kepala Bidang Kurikulum Dinas Pendidikan Kota Depok, Bapak Irwan Susilo, melalui surat edaran pada Mei 2025, merekomendasikan semua guru SMP kelas VII untuk menggunakan format penilaian formatif (penilaian proses) yang lebih intensif pada kuartal pertama. Daripada langsung memberikan ujian berbobot tinggi, guru didorong untuk memberikan feedback rinci pada setiap tugas, membantu siswa memahami standar yang berbeda di tingkat menengah. Sebagai contoh, Guru IPA, Bapak Teguh S.Si., memberikan mini-quiz setiap Rabu sore, dengan bobot nilai kecil, yang tujuannya adalah memetakan pemahaman dan bukan menghukum kesalahan.
Terakhir, kerjasama dengan orang tua harus diperkuat. Guru tidak bisa Mendidik Siswa secara efektif tanpa sinergi dari rumah. SMP Negeri 25 Palembang mengadakan pertemuan wajib “Forum Wali Murid Kelas VII” pada Sabtu pertama di bulan Agustus setiap tahun. Dalam forum ini, dr. Angga Pratama, seorang psikolog anak dan remaja dari Pusat Konsultasi Keluarga, memberikan sesi tentang tanda-tanda stres transisi yang harus diwaspadai orang tua. Pertemuan ini menjamin bahwa orang tua memahami perubahan perilaku yang mungkin terjadi pada anak mereka dan tahu cara mendukung proses penyesuaian, seperti menetapkan jam belajar malam yang konsisten, paling lambat pukul 20.30 WIB. Melalui kolaborasi dan pendekatan yang terstruktur ini, guru dapat memastikan bahwa siswa SMP berhasil melalui kelas transisi dengan mental yang sehat dan motivasi yang tinggi.