Di era informasi, di mana perhatian audiens sangat terbatas, kemampuan untuk membuat data yang rumit terasa menarik dan mudah dicerna adalah keahlian yang tak ternilai. Bagi siswa SMP, kunci untuk menyampaikan hasil penelitian, data statistik, atau laporan proyek secara efektif terletak pada Latihan Storytelling—seni mengubah fakta kering menjadi narasi yang menarik dan emosional. Latihan Storytelling ini mengubah penyampaian presentasi yang membosankan menjadi sebuah pengalaman yang berkesan, memastikan bahwa pesan utama proyek akademik mereka tidak hanya didengar, tetapi juga dipahami dan diingat oleh audiens. Menguasai narasi adalah cara ampuh untuk mengaitkan angka dan fakta dengan pengalaman manusia.
Langkah pertama dalam Latihan Storytelling adalah Menemukan Pahlawan dan Konflik. Setiap data atau masalah memiliki elemen naratif. Pahlawan dalam kisah data bisa jadi adalah komunitas yang dibantu, produk inovatif yang diciptakan, atau bahkan si peneliti sendiri. Konflik adalah masalah yang coba dipecahkan (misalnya, angka sampah plastik yang tinggi). Siswa diajarkan untuk merangkai data mereka di sekitar struktur naratif dasar ini: Awal (pengenalan masalah), Tengah (upaya dan tantangan yang dihadapi), dan Akhir (solusi dan dampaknya). Misalnya, dalam proyek laporan lingkungan, siswa mengubah data kenaikan suhu rata-rata (fakta kompleks) menjadi kisah tentang dampak perubahan itu pada satu keluarga petani (kisah yang mudah diingat).
Langkah kedua adalah Humanisasi Angka. Data statistik seringkali membingungkan. Latihan Storytelling mengajarkan siswa untuk menerjemahkan angka besar menjadi konteks yang relevan. Misalnya, daripada mengatakan “90% anak di daerah ini tidak mendapat air bersih,” lebih efektif untuk menceritakan kisah seorang anak bernama Budi (fiktif, tetapi merepresentasikan data) yang harus berjalan 5 kilometer setiap hari untuk mendapatkan air keruh. Penggunaan visual yang emosional dan relevan adalah bagian dari Latihan Storytelling. Dalam sesi workshop presentasi yang diadakan oleh tim humas sekolah setiap hari Rabu pada bulan November 2026, siswa dilatih menggunakan infografis sederhana yang menunjukkan perbandingan data melalui gambar yang kuat, bukan hanya tabel.
Langkah ketiga adalah Klimaks dan Call to Action. Kisah harus mencapai klimaks di mana solusi atau hasil temuan disajikan dengan dampak maksimal. Ini diikuti oleh Call to Action—apa yang audiens harus lakukan setelah mendengar data tersebut? Latihan Storytelling yang efektif tidak hanya menginformasikan, tetapi juga menginspirasi tindakan. Dalam presentasi proyek sosial, Call to Action bisa berupa ajakan untuk mendaur ulang atau menyumbang. Keterampilan ini tidak hanya dilatih di kelas Bahasa Indonesia, tetapi juga diterapkan pada mata pelajaran Kewirausahaan, di mana siswa harus “menjual” ide produk mereka kepada juri (yang bertindak sebagai investor) dengan menyertakan data pasar yang disajikan dalam bentuk narasi persuasif.