Era digital telah menempatkan media sosial sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube kini menjadi arena sosialisasi, hiburan, bahkan sumber informasi utama bagi mereka. Oleh karena itu, memahami secara mendalam Pengaruh Media Sosial terhadap perilaku dan prestasi belajar siswa SMP menjadi sangat krusial bagi orang tua, guru, dan pihak sekolah. Dampaknya bersifat dua sisi: bisa menjadi alat edukasi yang powerful, namun juga berpotensi besar menjadi distraksi utama yang merugikan. Studi yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Teknologi dan Remaja pada Februari 2024 menemukan bahwa rata-rata siswa SMP menghabiskan waktu setidaknya 3-4 jam per hari di media sosial, sebuah durasi yang secara langsung mengurangi waktu belajar, tidur, dan interaksi tatap muka.
Salah satu Pengaruh Media Sosial yang paling nyata terhadap perilaku siswa adalah pada perubahan pola komunikasi dan citra diri. Remaja sering kali merasa tertekan untuk menampilkan versi diri yang “sempurna” di dunia maya, yang dapat memicu kecemasan, perbandingan sosial, hingga cyberbullying. Sekolah harus secara proaktif memberikan edukasi etika digital. Misalnya, di SMP Negeri 10, Guru Bimbingan Konseling (BK), Bapak Dr. Handoko Wibowo, M.Psi., secara rutin memberikan sesi edukasi anti-cyberbullying setiap bulan untuk memastikan siswa menggunakan platform digital secara bertanggung jawab dan positif. Dalam hal akademik, Pengaruh Media Sosial yang tidak terkelola dengan baik sering kali menyebabkan penurunan drastis pada konsentrasi belajar. Pemberitahuan (notifikasi) yang terus-menerus muncul mengganggu fokus saat mengerjakan pekerjaan rumah atau belajar untuk ujian, yang secara langsung berdampak negatif pada prestasi belajar.
Namun, tidak semua Pengaruh Media Sosial itu negatif. Jika digunakan secara bijak, media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk tujuan edukasi dan kolaborasi. Siswa dapat mengikuti akun-akun edukatif, bergabung dalam komunitas belajar daring, atau menggunakan platform video pendek untuk mempelajari konsep yang sulit. Banyak guru kini memanfaatkan media sosial untuk membagikan materi pelajaran tambahan atau mengadakan kuis interaktif yang lebih menarik bagi siswa. Misalnya, pada rapat dewan guru yang dilaksanakan pada hari Rabu, 17 April 2024, diumumkan bahwa guru-guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) telah mulai menggunakan grup privat di media sosial untuk berbagi artikel berita terkini sebagai bahan diskusi, sehingga mendorong literasi digital yang relevan.
Untuk mengelola dampak negatif dan memaksimalkan sisi positif, diperlukan sinergi yang kuat antara rumah dan sekolah. Orang tua harus menetapkan batas waktu penggunaan gawai yang jelas dan tegas, terutama pada jam-jam belajar dan waktu tidur. Sekolah juga harus menerapkan kebijakan yang meminimalkan distraksi selama jam pelajaran, seperti pengumpulan gawai sementara. Melalui kesadaran akan potensi Pengaruh Media Sosial yang masif ini, baik dalam perilaku maupun akademik, seluruh pihak dapat bekerja sama mendidik siswa SMP menjadi pengguna teknologi yang cerdas, mampu memanfaatkan media sosial sebagai alat bantu, bukan sebagai penghalang kesuksesan belajar mereka.