Edukasi Anti-Perundungan: Fondasi Sekolah Aman untuk Tumbuhnya Rasa Percaya Diri

Lingkungan sekolah seharusnya menjadi tempat yang memupuk potensi dan membangun karakter, namun kehadiran perundungan (bullying) dapat merusak fondasi pendidikan yang paling dasar. Perundungan, baik verbal, fisik, maupun siber, adalah penghalang utama bagi tumbuhnya rasa percaya diri siswa. Siswa yang menjadi korban perundungan sering kali mengalami penurunan harga diri, kecemasan, bahkan depresi, yang menghambat mereka berpartisipasi penuh dalam kegiatan akademik dan sosial. Oleh karena itu, edukasi anti-perundungan bukan lagi sekadar program tambahan, melainkan keharusan untuk menciptakan Fondasi Sekolah Aman. Fondasi Sekolah Aman yang bebas dari ancaman fisik dan psikologis adalah prasyarat mutlak bagi setiap siswa untuk merasa nyaman, berani mengambil risiko, dan pada akhirnya, mengembangkan kepercayaan diri. Fondasi Sekolah Aman yang kuat menjamin bahwa energi siswa tercurah pada belajar, bukan pada rasa takut. Bagaimana langkah-langkah konkret edukasi anti-perundungan dapat membantu menumbuhkan rasa percaya diri siswa?

Pertama, Penyusunan Kebijakan Zero Tolerance yang Jelas. Sekolah harus memiliki aturan tegas yang transparan mengenai perundungan, sanksi yang jelas, dan yang paling penting, proses pelaporan yang mudah dan rahasia. Pada Awal Tahun Ajaran 2025/2026, setiap sekolah wajib menyosialisasikan kebijakan ini kepada seluruh siswa, guru, dan orang tua. Kebijakan ini harus mencakup perundungan siber, mengingat tingginya penggunaan media sosial di kalangan remaja.

Kedua, Pelatihan Empati dan Keterampilan Sosial. Perundungan seringkali berakar pada kurangnya empati. Program anti-perundungan harus melibatkan workshop yang fokus pada pengembangan empati, di mana siswa diajak bertukar peran atau melakukan simulasi situasi sulit. Kegiatan ini dapat difasilitasi oleh Guru Bimbingan Konseling (BK), Ibu Siti Nurhayati, setiap bulan genap untuk semua tingkatan kelas.

Ketiga, Membentuk Tim Duta Anti-Perundungan. Pemberdayaan siswa senior atau siswa yang berintegritas untuk menjadi duta anti-perundungan adalah cara efektif untuk memantau dan mencegah kasus. Duta ini bertindak sebagai jembatan komunikasi antara siswa dengan staf sekolah dan membantu korban untuk berani bersuara. Tim ini harus diberikan pelatihan khusus oleh pakar psikologi anak remaja pada setiap kuartal.

Keempat, Menciptakan Jalur Pelaporan yang Terjamin Kerahasiaannya. Korban seringkali takut melapor karena khawatir akan pembalasan. Sekolah dapat menyediakan kotak saran anonim atau saluran pelaporan digital yang dikelola oleh tim yang berwenang, menjamin kerahasiaan identitas pelapor. Semua laporan yang masuk pada setiap hari kerja harus ditindaklanjuti dalam waktu maksimal 24 jam.

Kelima, Intervensi Restoratif, Bukan Hanya Hukuman. Ketika kasus perundungan terjadi, intervensi harus bersifat restoratif. Pelaku perundungan harus didorong untuk memahami dampak tindakan mereka pada korban dan melakukan upaya perbaikan (misalnya, membuat surat permintaan maaf dan komitmen untuk berubah), bukan hanya menerima hukuman. Pendekatan ini bertujuan untuk mengembalikan rasa hormat dan keamanan di lingkungan sekolah. Dengan meniadakan ancaman perundungan, siswa dapat fokus pada pengembangan diri, berpartisipasi aktif di kelas, dan membangun rasa percaya diri yang otentik dan tahan lama.